Kita semua
pasti sudah mengenal Newton, si raja teori gravitasi. Penemuan rumus
gravitasinya membuat namanya melambung dan tersohor seantero dunia. Bak gayung
bersambut, generasi demi generasi mengenalnya sebagai tokoh sains legendaris.
Namun, dalam kesempatan kali ini, saya mengajak anda sebentar melintasi lorong
waktu sebelum si Newton menemukan teori gravitasinya.
Alkisah, konon
ceritanya Newton suatu ketika di sela-sela waktunya, ia duduk di bawah pohon
apel. Tiba-tiba sebuah apel jatuh. Ada versi cerita yang mengatakan bahwa apel
itu jatuh tepat mengenai kepalanya, ada juga yang mengatakan bahwa apel itu
jatuh tepat di depannya. Fenomena buah apel jatuh dari pohonnya tersebut
mengusik pikiran si Newton.
Pikirannya berkecamuk seambrek pertanyaan.
"Kenapa
apel tersebut jatuhnya ke bawah?"
"Kenapa
bukan ke atas?"
"Kenapa
jatuhnya kok selalu lurus ke bawah?"
"Kenapa
jatuhnya kok cepat?"
"Berapa
kecepatan jatuhnya?"
begitulah
kira-kira unek-unek yang ada dalam pikiran si Newton.
Alhasil,
keinginan-keinginan tahu di pikirannya yang begitu antusias tersebut yang
akhirnya membawanya menemukan teori gravitasi. Dengan teori gravitasi tersebut,
lahirlah suatu "dunia baru" yang berkembang sampai pada masa kita
sekarang. Sebut saja rumah, gedung, jalan, mobil, kereta api, pesawat, dan
masih banyak lagi peradaban kita sekarang yang dibangun dari
"unek-unek" si Newton melalui teori gravitasinya.
Allah telah
berkali-kali di dalam Al-Qur'an menyuruh kita, umat Islam, untuk melakukan
proses i'tibar (mengambil pelajaran). Berapa banyak di dalam Al-Qur'an, Allah
menyuruh kita, umat Islam, untuk melakukan i'tibar terhadap fenomena-fenomena
apapun yang terjadi di alam ini. "Fa'tabiruu ya ulil albab"
("Beri'tibarlah wahai ulul albab") Begitulah Allah menyuruh kita
melakukan i'tibar. Bahkan Allah pun di dalam ayat tersebut memberikan predikat
khusus bagi siapa saja yang mau melakukan i'tibar sebagai ulul albab, yaitu
orang-orang yang mau berpikir.
Memang benar
apa yang dikatakan oleh suatu syair :
"Orang
yang paling banyak akalnya adalah orang yang ketika matanya melihat suatu
apapun, maka ia akan menjadikannya sebagai suatu pelajaran yang baik"
Suatu ketika di
keheningan malam, Rasulullah saw menangis tersedu-sedu. Tangisan tersebut mengusik
Sayyidah Aisyah, istri beliau. Ia pun bertanya, "Gerangan apakah ya
Rasulullah sehingga Engkau menangis tersedu-sedu?."Baginda Rasul pun
menjawab, "Barusan telah datang kepadaku suatu ayat, 'Sesungguhnya di
dalam hal penciptaan langit dan bumi, serta perbedaan malam dan siang, terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi ulil albab, yaitu mereka yang selalu
mengingat Allah di saat berdiri, duduk dan rebahan, serta mereka memikirkan di
dalam penciptaan langit dan bumi, sambil berkata, 'Wahai Tuhan kami, tidaklah
Engkau ciptakan ini semua dengan sia-sia. Maha suci Engkau dan jauhkanlah kami
dari siksaan api neraka.' " (QS. Aali Imron :190-191) Rasulullah pun
melanjutkan perkataan, "Wailun liman qoroahaa wa lam yatafakkar
fiihaa" ("Celakalah bagi siapa saja yang membaca ayat tersebut dan
tidak memikirkannya").
Betapa banyak
di antara kita yang melihat, menjumpai dan mengalami sesuatu, akan tetapi kita
tidak melakukan proses i'tibar sama sekali. Banyak sekali fenomena-fenomena
yang kita hadapi, akan tetapi hal tersebut berjalan begitu saja tanpa makna. Seandainya
saja ada yang orang yang mengatakan bahwa kehebatan si Newton adalah karena
penemuan teori gravitasinya, maka saya mengatakannya, "Sekali-kali tidak!,
karena siapapun dapat melakukannya kalau ia mau."Kehebatan si Newton bukan
pada penemuan teori gravitasinya, akan tetapi karena i'tibarnya terhadap
fenomena jatuhnya buah apel yang biasanya kita hanya menganggapnya sebagai
suatu fenomena biasa.
Wallahu
a'lam...
Ditulis Oleh Imam
Rafiudin, S.Ag
Komentar
Posting Komentar