Langsung ke konten utama

Prinsip Epistemologi Islam

Berasal dari bahasa yunani Episteme (pengetahuan) dan Logos (Kata/Pembicaraan/Ilmu), adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Epistemologi berbicara tentang, watak/sifat-sifat/nature, asal-usul/sumber, kesahihan (validity), dan cara memperoleh ilmu pengetahuan serta batas-batas ilmu pengetahuan. Epistemologi juga dapat didefinisikan sebagai teori ilmu pengetahuan , atau juga disebut filsafat ilmu pengetahuan (philosophy of sciences).
Keabsahan ilmu pengetahuan, berdasarkan paradigma ilmu pengetahuan barat, hanyalah mengandung tiga konsep teori kebenaran yaitu, korespondensi, koherensi, dan pragmatisme.
a.       Korespondensi
Mensyaratkan kesesuaian di antara ide dengan kenyataan (fakta) di alam semesta, kebenarnya bersifat empiris-induktif, sehingga kebenaran epistemologi adalah kemanunggalan subjek dan objek. Contoh fisika, kimia, biologi dan lain-lain
b.      Koherensi
Mensyaratkan kesesuaian di antara berbagai pernyataan logis, kebenaranya bersifat rasional formal-deduktif. Contoh ilmu abstrak matematika
c.       Pragmatisme
Mensyaratkan adanya kriteria instrumental atau kebermanfaatan, kebenarnya bersifat fungsional. Contoh ilmu terapan kedokteran.
Sinyal ayat prinsip epistemologi islam tertera pada QS. Al-Alaq [96]:1-5 yang artinya,
"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5)
Prinsip pertama Iqra’ berasal dari kata qara’a yang artinya menghimpun. Ia juga bermakna menyampaikan, menelaah, medalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak tertulis. Tidak disebutkan objek yang diperintahkan untuk dibaca. Yang diperintahkan hanyalah membaca dengan nama Tuhanmu. Hal ini dapat diartikan bahwa yang harus dibaca dalam pencarian ilmu adalah segala sesuatu,, yang disertai satu syaat yaitu dengan nama Tuhannyang telah menciptakan. Dalam pandangan Al-Qur’an, ilmu (bacaan) adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul di antara makhluk-makhluk lainya. Allah telah menganugerahkan kemampuan untuk membaca ini sebagai bekal dalam tugas menjadi khalifah bumi.
Prinsip kedua tertera pada ayat kedua yang artinya,
“Bacalah dan tuhanmulah yang maha pemurah”.
Dengan nama tuhanmu yang menciptakan adalah satu prinsip dasar dalam aqidah umat islam dan menjadi dasar pokok dalam epitemologi islam. Bahwa dalam setiap pembacaan, penelitian, pendalaman, atau apapun istilahnya, yang diisyaratkan adalah dengan nama tuhan. Bismi rabbika dan wa rabbuka al-alakram, harus dijadikan sebagai titik tolak atau motivasi utama dalam pembacaan dan penelaahan. Demikian dengan tujuan akhir juga harus dipangkalkan pada Allah, sang pencipta dan sang maha pemurah. Artinya pula bahwa ilmu yang dipelajari harus didasari atas tauhid yang kuat. Dengan demikian, ilmu yang dikaji harus bernilai rabbani, tidak bebas nilai seperti yang dituduhkan oleh sementara ilmuwan. 
Prinsip ketiga tertera pada ayat ketiga yang artinya,
“yang mengajar (manusia) dengan pena, dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Hal ini mengisyaratkan bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu antara lain,
Pertama, allah mengajar dengan pena, kedua pengajaran apa yang tidak diketahui oleh manusia. Kata ‘ma lam ya’lam’ memiliki arti hal-hal yang tidak terlihat oleh indera kasar, yaitu hal-hal non materi (ghaib). Dengan demikian, objek ilmu pengetahuan dalam epistemologi islam adalah hal-hal yang nampak (bisa dipelajari dengan pena), dan hal-hal yang tidak tampak.

Kesimpulan dari QS. Al-Alaq 1-5, memberikan dasar kuat bagi epistemologi islam. Bahwa ilmu dalam islam sangatlah luas ia harus di kaji dengan ujung dan pangkal karena dan untuk Allah. Ia juga tidak terbatas pada hal-hal yang empiris saja.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Hadis Pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyidin

Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW wafat pada 11 H. beliau meninggalkan dua pegangan dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar dan terbatas. Bahkan pada masa itu Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatianya untuk menyebarluaskan Al-Qur’an. Ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yaitu a.        Dengan lafazh asli, yaitu menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW b.       Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari nabi SAW. Pada masa ini, Khalifah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan hadis, namun maksud tersebut diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah.

Ulul Albab

Kita semua pasti sudah mengenal Newton, si raja teori gravitasi. Penemuan rumus gravitasinya membuat namanya melambung dan tersohor seantero dunia. Bak gayung bersambut, generasi demi generasi mengenalnya sebagai tokoh sains legendaris. Namun, dalam kesempatan kali ini, saya mengajak anda sebentar melintasi lorong waktu sebelum si Newton menemukan teori gravitasinya. Alkisah, konon ceritanya Newton suatu ketika di sela-sela waktunya, ia duduk di bawah pohon apel. Tiba-tiba sebuah apel jatuh. Ada versi cerita yang mengatakan bahwa apel itu jatuh tepat mengenai kepalanya, ada juga yang mengatakan bahwa apel itu jatuh tepat di depannya. Fenomena buah apel jatuh dari pohonnya tersebut mengusik pikiran si  Newton. Pikirannya berkecamuk seambrek pertanyaan. "Kenapa apel tersebut jatuhnya ke bawah?" "Kenapa bukan ke atas?" "Kenapa jatuhnya kok selalu lurus ke bawah?" "Kenapa jatuhnya kok cepat?" "Berapa kecepatan jatuhnya?" b...